[Thursday, April 14, 2005]
Kemanakah Bundokanduang?
ranah minang beberapa kabupaten dan kota. Namun dari semua kabupaten dan kota tidak ada muncul calon bupati dan walikota perempuan. Ini disayangkan para pengamat, mengapa di ranah yang secara kultural memakai sistem matrilineal kok tidak muncul calon pememinpin perempuan. Kemana bundokanduang?
Bundokanduang kalau diterjemahkan kebahasa indonesia sebagai ibu (bunda) kandung yaitu ibu yang melahirkan kita. Dalam hikayat minang bundokanduang merupakan seubutan bagi raja perempuan minangkabau yang namun tidak begitu banyak catatan sejarah kapan bundokanduang ini berkuasa. Saat ini pangilan bundokanduang dilekatkan pada kaum perempuan minang.
Bundokanduang sendiri dalam tatanan adat digambarkan sebagai “limpapeh rumah nan gadang, pusek jalo kumpulan tali” ( Tiang utama rumah gadang, pusat dari jala dimana semua benang menyatu) yan berarti Bundokanduang merupakan sokoguru bagi orang minang yang dalam pantun ini dinyatakan rumah gadang, dan tempat semua berhimpun seperti pusat jala dimana semua benang yang ujungnya menyebar luas.
Kehadiran islam di ranah minang tidak serta merta merubah garis keturunan dan waris adat, walau islam dijadikan sendi adat minang yang dikenal dengan istilah “adat basandi syarak syarak bersandi kitabullah” (adat bedasarkan syarak islam, dan islam berdasarkan kitab al Qur’an). Gerakan wahabi diawal abad ke 19 yang secara radikal merubah perilaku sinkretisme islam dengan kepercayaan praislam (budha dan animisme) tidak melakukan perubahan terhadap sistem garis keturunan dan waris, hanya dilakukan penyesuaian , yaitu ada waris adat dan waris yang diatur agama.
Kembali kemasalah kepemimpinan, walau perempuan merupa pemilik rumah, dan tanah bukan berarti perempuan minang menjadi penguasa terhadap kaum (marga). Pimpinan kaum tetap adalah pria dan ini telah ditentukan secara ketat yang boleh jadi kepala kaum adalah pria, dalam upacara resmi adat yang boleh angkat bicara, menjadi juru runding adalah pria. Wanita dalam upacara resmi tetap di garis belakang. Namun keputusan keputusan yang akan diambil tetap dirundingkan melibatkan semua termasuk wanita.
Tapi mengapa dalam kepemimpinan politik tidak mencuat nama nama perempuan, apakah perempuan minang masih alergi dengan dunia politik yang penuh trik dan intrik?
<< Home